Rabu, 22 Desember 2010

KIMIA KOLOID : SIFAT FISIKOKIMIA KOLOID LAHAN GAMBUT


ABSTRAK

Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari sifat-sifat fisika dan kimia dari koloid dan sistem koloid lahan gambut. Karena kebanyakan zat dapat berada dalam keadaan koloid, semua cabang ilmu kimia berkepentingan dengan kimia koloid dalam satu atau lain cara. Semua jaringan hidup bersifat koloidal. Banyak reaksi kimia yang kompleks yang perlu untuk kehidupan, harus ditafsirkan secara kimia koloid. Dalam industri, ilmu koloid penting dalam industri cat, keramik, plastik, tekstil, kertas dan film foto, lem, tinta, semen, karet, kulit, bumbu selada, mentega, keju, dan lain sebagainya.

Ada dua macam pengamatan dalam percobaan ini, yaitu dengan koloid artifisial dan koloid natural. Prosedur kedua pengamatan masing-masing sama, yang beda hanyalah bahan yang digunakan. Pada koloid artifisial, bahan yang digunakan adalah serbuk tanah gambut yang kemudian dilarutkan, sedangkan pada koloid natural, bahan yang digunakan adalah air gambut. Lalu keduanya diukur pH-nya dan diturunkan sampai 2 satuan hingga menjadi asam. Pengamatan dilakukan dengan menyinari larutan induk (tanah dan air gambut) dengan senter dan mengamati perbedaan yang terjadi. Langkah yang sama dilakukan tapi dengan menambahkan kanji 5%. Larutan induk juga ditambahkan dengan tawas dan ada juga dengan melakukan sentrifuge pada larutan.

Hasil yang didapat dari percobaan ini adalah terdapatnya sifat fisika dan kimia koloid, yaitu  adanya efek Tyndall, terjadinya koagulasi dan gerak Brown, serta pH larutan yang menjadi asam. Penambahan kanji 5% menyebabkan terjadinya koagulasi atau penggumpalan partikel-partikel koloid. Pada penambahan tawas, larutan menjadi jernih daripada larutan induk sebelumnya. Begitu juga pada perlakuan sentrifuge yang membuat larutan menjadi bersih dan bening yang sebelumnya kotor dan buram serta berwarna coklat.



Kata kunci : koloid, efek Tyndall, gerak Brown, koagulasi, sentrifuge


5.1                   Pendahuluan

5.1.1             Tujuan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mempelajari sifat-sifat fisik dan kimia dari koloid dan sistem koloid lahan gambut.



5.1.2             Latar Belakang

Campuran dari gula-air, pasir-air, susu bubuk-air akan membentuk suatu disperse, yaitu penyebaran merata dua fase. Kedua fase tersebut terdiri atas fase zat yang didispersikan dan fase pendispersi. Fase zat yang didispersikan dikenal juga dengan istilah fase terdispersi atau fase dalam. Adapun fase pendispersi dikenal dengan istilah medium pendispersi atau fase luar. Pada umumnya, fase terdispersi memiliki jumlah molekul yang lebih kecil dibandingkan fase pendispersi.

Karena kebanyakan zat dapat berada dalam keadaan koloid, semua cabang ilmu kimia berkepentingan dengan kimia koloid dalam satu atau lain cara. Semua jaringan hidup bersifat koloidal. Banyak reaksi kimia yang kompleks yang perlu untuk kehidupan, harus ditafsirkan secara kimia koloid. Dalam industri, ilmu koloid penting dalam industri cat, keramik, plastik, tekstil, kertas dan film foto, lem, tinta, semen, karet, kulit, bumbu selada, mentega, keju, dan lain sebagainya.


    Dasar Teori
Keadaan koloid merupakan keadaaan antara suatu larutan dan suatu suspensi. Bila suatu bahan berada dalam keadaan subdivisi ini, bahan itu memperagakan sifat-sifat yang menarik dan penting yang tidak merupakan ciri dari bahan dalam agregat yang lebih besar (Keenan, 1984: 455).
Untuk memudahkan pembahasan sistem dispersi koloid, digunakan fase terdispersi berupa padatan dan fase pendispersi yang umum, yaitu air. Ukuran partikel zat terdispersi dalam koloid lebih besar daripada ukuran partikel di dalam larutan, tetapi lebih kecil daripada ukuran partikel zat yang terdispersi di dalam suspensi. Partikel zat terdispersi berukuran antara 10-7 cm sampai dengan 10-5 cm (1 nm – 100 nm) (Sutresna, 2007: 293).
Koloid seperti pada larutan kopi dan pada perairan rawa/gambut, bila dibiarkan dalam waktu yang lama, tidak akan terjadi proses pemisahan ataupun pengendapan. Bahkan dengan proses penyaringan/filtrasi, terkecuali dengan proses membran koloid sukar berdifusi karena ukuran partikelnya yang relatif besar. Larutan koloid biasanya keruh dan menyerakkan/memendarkan sinar yang mengenai larutan tersebut. Partikel-partikel koloid mempunyai luas permukaan yang sangat besar bila dibandingkan dengan partikel dari larutan kasar dengan massa yang sama. Atas dasar ini larutan koloid mempunyai daya adsorpsi yang besar. Partikel-partikel koloid mempunyai muatan listrik akibat penyerapan ion-ion dalam larutan. Muatan partikel ini dapat positif atau negatif (Team Dosen Teknik Kimia, 2009: 47).
Dalam analisis kualitatif, kadang-kadang terjadi, bahwa suatu zat tak muncul sebagai endapan ketika pereaksi-pereaksi terdapat dalam konsentrasi sedemikian, sehingga hasil kali kelarutan zat itu telah jauh dilampaui, dan telah diambil tindakan-tindakan untuk mencegah terjadinya keadaan lewat-jenuh dari larutan tersebut. Begitulah, bila hidrogen sulfida dialirkan melalui larutan arsenik (III) oksida yang telah didinginkan, tak ada endapan yang dapat dibedakan bila kita memandang melalui campuran yang dihasilkan. Tetapi, larutan itu mendapat warna yang kuning tua, dan bila dipandang dengan cahaya terpantul, akan nampak adanya kabut (opalesens). Jika suatu berkas cahaya yang kuat dilewatkan pada larutan dan larutan ini diamati dengan mikroskop yang tegak lurus terhadap cahaya masuk, akan terlihat pembauran cahaya (titik-titik terang dengan latar belakang gelap). Pembauran cahaya ini ternyata disebabkan oleh terpantulnya cahaya oleh partikel-partikel yang tersuspensi dalam larutan (G. Svehla, 1985: 91).
Keadaan koloid bahan ditandai oleh ukuran-ukuran partikelnya yang terletak dalam daerah tertentu, yang mengakibatkan sifat-sifat khas tertentu dapat terlihat. Sifat-sifat koloid umumnya diperlihatkan oleh zat-zat yang ukuran-ukuran partikelnya terletak dalam batas antara 0,2 µm dan 5 nm (2×10-7 dan 5×10-9 m). Kertas saring biasa akan menahan partikel-partikel sampai diameter 10-20 µm (1-2×10-5 m), sehingga larutan koloid sama seperti larutan sejati, akan lolos melalui kertas saring biasa (ukuran ion adalah pada tingkat (order) 0,1 nm = 10-10 m). Batas penglihatan dibawah mikroskop adalah sekitar 5-10 nm (5-10× 10-9 m). Karena itu larutan koloid bukanlah larutan sejati. Penelitian yang lebih seksama menunjukkan bahwa larutan ini tak homogen, tetapi terdiri dari suspensi partikel-partikel padat atau cairan dalam suatu cairan. Campuran semacam ini dikenal sebagai sistem dispersi, cairannya (biasanya air dalam analisis kualitatif) disebut madium dispersi dan koloidnya disebut fase dispersi (G. Svehla, 1985: 92).
Keadaan koloid bukanlah suatu ciri dari zat tertentu apapun; praktis semua zat, apakah dalam keadaan normal berbentuk gas, cairan ataupun zat padat, dapat dijadikan koloid. Ada tiga bentuk yang diidealkan (dari) materi koloid, yaitu laminar, fibrilar dan korpuskular. Untuk materi dalam bentuk butiran, diameter menunjukkan ukuran partikel. Untuk partikel laminar (lembaran) dan fibrilar (serat), panjang, lebar dan tebal, semuanya diperlukan untuk menyatakan ukuran partikel. Tetapi hanya satu dari dimensi-dimensi ini diperlukan berada dalam jangka koloid agar bahan itu dikelompokkan sebagai koloid. Misalnya, sabun dalam suatu gelembung sabun dikelompokkan sebagai koloid, karena tebal lapisan sabunnya hanya beberapa molekul (Keenan, 1984: 456).
Ditinjau dari jenis partikelnya, ada tiga jenis koloid, yaitu :
    Dispersi koloid, terdiri atas zat-zat yang tidak larut dengan partikel-partikel yang terdiri dari gabungan banyak molekul. Misalnya dispersi koloid Au dengan jutaan atom emas, As2S3, koloid belerang dengan ribuan molekul S8 dan minyak dalam air.
    Larutan makromolekul, berupa larutan dari zat-zat dengan bentuk molekul yang besar hingga mempunyai ukuran kolid. Misalnya protein, hemoglobin, polivinil alkohol, polimer-polimer dalam pelarut organik atau larutan karet.
    Asosiasi koloid, terdiri atas larutan zat-zat yang larut dengan berat molekul rendah tetapi membentuk agregat-agregat. Misalnya larutan sabun.
(Team Dosen Teknik Kimia, 2009: 47-48)
Dalam campuran homogen dan stabil yang disebut larutan, molekul, atom maupun ion disebarkan dalam suatu zat kedua. Dengan cara yang agak mirip, materi koloid dapat dihamburkan atau disebarkan dalam suatu medium sinambung, sehingga dihasilkan suatu dispersi (sebaran) koloid atau sistem koloid. Dalam sistem-sistem semacam itu, partikel koloid dirujuk sebagai zat terdispersi (tersebarkan) dan materi kontinu dalam mana partikel itu tersebar disebut zat pendispersi atau medium pendispersi (Keenan, 1984: 457).
disebut sistem dispersi. Dispersi koloid bersifat heterogen, terdiri atas fase terdispersi dan fase pendispersinya. Baik fase terdispersi maupun fase pendispersinya dapat berupa zat padat, cair, dan gas. Dari beberapa jenis sistem dispersi, ada tiga bentuk yang penting yaitu bentuk sol, emulsi, dan gel (Team Dosen Teknik Kimia, 2009: 48).
Sifat-sifat yang dimiliki sistem koloid adalah sebagai berikut: (Sutresna, 2007: 299 - 307)
1.    Efek Tyndall
Jika cahaya dilewatkan ke dalam sistem koloid, cahaya yang melewati sistem koloid tersebut terlihat lebih terang. Cahaya yang terlihat lebih terang ini disebabkan oleh terjadinya efek Tyndall. Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya oleh partikel koloid. Partikel koloid akan memantulkan dan menghamburkan cahaya yang mengenainya sehingga cahaya akan terlihat lebih terang. Jika kemudian cahaya ini ditangkap layar, cahaya pada layar tersebut tampak buram.
2.    Gerak Brown
Gerak Brown adalah gerak tidak beraturan, gerak acak atau gerak zig-zag partikel koloid. Gerak Brown terjadi karena benturan tidak teratur partikel koloid dan medium pendispersi. Benturan tersebut mengakibatkan partikel koloid bergetar dengan arah yang tidak beraturan dan jarak yang pendek.
3.    Adsorpsi
Partikel koloid mampu menyerap molekul netral atau ion-ion pada permukaannya. Jika partikel koloid menyerap ion bermuatan, kemudian ion-ion tersebut menempel pada permukaannya, partikel koloid tersebut menjadi bermuatan. Penyerapan yang hanya terjadi di permukaan saja disebut adsorpsi atau penyerapan, sedangkan penyerapan yang terjadi di seluruh bagian disebut absorpsi.
4.    Koagulasi
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid yang terjadi karena kerusakan stabilitas sistem koloid atau karena penggabungan partikel koloid yang berbeda muatan sehingga membentuk partikel yang lebih besar. Koagulasi dapat terjadi karena pengaruh pemanasan, pendinginan, penambahan elektrolit, pembusukan, pencampuran koloid yang berbeda muatan, atau karena elektroforesis.
5.    Koloid liofil dan koloid liofob
Pada sol yang bersifat liofil, zat terdispersi ddapat menarik atau mengikat medium pendispersi. Pada sol yang bersifat liofob, zat terdispersi tidak dapat mengikat medium pendispersinya (air). Pada koloid liofil, pengikatan medium pendispersi disebabkan oleh gaya tarik-menarik (berupa gaya elektrostatik) pada setiap ujung gugus molekul terdispersi. Pada koloid liofob, jumlah medium pendispersi harus tertentu (terbatas).
6.    Koloid pelindung
Koloid pelindung adalah suatu sistem koloid yang ditambahkan pada sistem koloid lainnya agar diperoleh koloid yang stabil.
7.    Dialisis
Dialisis adalah proses penyaringan partikel koloid dari ion-ion yang teradsorbsi sehingga ion-ion tersebut dapat dihilangkan dan zat terdispersi terbebas dari ion-ion yang tidak diinginkan.
8.    Sistem koloid dalam pengolahan air
Air sungai merupakan koloid yang terbentuk dari tanah liat yang terdispersi di dalam air. Pengolahan air sungai menjadi air bersih dapat dilakukan melalui tahap-tahap penggumpalan pengotor (koagulasi), penyaringan pengotor, penyerapan bau dan zat kimia (adsorpsi), dan pembasmian kuman (desinfeksi).
Cara menstabilkan koloid adalah sebagai berikut:
1.    Menambahkan ion
Pada umumnya koloid padat (sol) dapat menyerap ion sehingga akan bermuatan listrik. Partikel koloid yang bermuatan akan tolak-menolak sesamanya. Akibatnya, koloid akan stabil dan tidak terkoagulasi. Contohnya koloid Fe2O3. x H2O dapat distabilkan dengan ion Fe 3+, karena menyerap ion tersebut.
2.    Dialisis
Koloid bermuatan akan stabil karena tolak-menolak antar partikel. Koloid jenis ini akan terkoagulasi jika dalam sistem terdapat ion yang muatannya berlawanan dengan muatan koloid, karena partikel koloid menjadi netral. Koagulasi ini dapat dicegah dengan mengeluarkan ion tersebut secara dialisis.
3.    Menambah emulgator
Koloid dalam bentuk emulsi (tetesan cairan dalam medium cairan lain) dapat distabilkan dengan menambah zat lain yang disebut emulgator.
(Syukri. S, 1999: 462-463)

5.3    Metodologi
5.3.1    Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah beaker gelas (500 mL dan 200 mL), pengaduk gelas, senter baterai, kertas lakmus, pipet tetes, gelas ukur, gelas arloji, tabung centrifuge, sentrifuge, neraca analitik.



5.3.2    Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah tanah gambut, akuades, HCl 6 M, tawas, kanji 5%, air gambut/air rawa.

5.3.3    Prosedur Kerja
5.3.3.1    Koloid Artifisial (buatan)
1.    Membuat larutan koloid dengan cara: mengambil 15 gram serbuk tanah gambut, kemudian memasukkan ke dalam beaker gelas 500 mL dan menambahkan 500 mL akuades, mengaduk hingga membentuk larutan.
2.    Memisahkan antara bagian koloid dan endapan dengan cara mendekantir, lalu memasukkan ke dalam beaker gelas 500 mL. Larutan ini sebagai larutan induk.
3.    Mengambil larutan pada langkah (2) 200 mL lalu memasukkan ke dalam beaker gelas 200 mL.
4.    Melakukan penyinaran dengan senter baterai pada larutan koloid tersebut. Mengamati jalannya sinar, apakah meneruskan sinar, menyerap sebagian atau menyerap semuanya.
5.    Mengukur pH larutan pada langkah (3), kemudian menurunkan pH-nya sebanyak 2 satuan, dengan cara menambahkan HCl pekat 6 M tetes demi tetes. Mengamati perubahan yang terjadi.
6.    Mengambil 100 mL larutan induk, memasukkan ke dalam beaker gelas 200 mL lalu menambahkan 5 gram tawas, lalu mengaduk merata. Membiarkan selama 20 menit. Mengamati perubahan yang terjadi.
7.    Mengulangi langkah (4), tetapi menambahkan 15 mL kanji 5%.
8.    Mengambil dua tabung centrifuge, mengisi masing-masing dengan larutan koloid hingga setengahnya. Melakukan sentrifuge pada 2000 rpm selama 15 menit. Mengamati perubahan yang terjadi.

5.3.3.2    Koloid Natural (alami)
1.    Mengambil 500 mL air gambut/air rawa yang berwarna coklat atau keruh. Larutan ini sebagai larutan induk.
2.    Melakukan hal yang sama pada larutan ini, seperti pada bagian 3.3.1 langkah 2-8.
5.4.2.1    Koloid Artifisial (buatan)
Pada percobaan 5.4.1.1 pada Tabel 5.4.1.1 dapat disimpulkan bahwa tanah gambut yang dicampur dengan akuades menghasilkan larutan induk setelah didekantir. Ketike dilakukan penyinaran, terlihat bahwa cahaya diserap sebagian. Ini membuktikan adanya efek Tyndall pada larutan induk. Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya oleh partikel koloid. Partikel koloid dari larutan induk akan memantulkan dan menghamburkan cahaya yang mengenainya sehingga cahaya akan terlihat lebih terang. Setelah cahaya ini ditangkap layar, cahaya pada layar akan tampak buram. Efek Tyndall digunakan untuk memperbedakan dispersi koloid dan suatu larutan biasa, karena atom, molekul kecil, ataupun ion yang berada dalam suatu larutan tidak menghamburkan cahaya secara jelas. Penghamburan cahaya pada larutan induk menjelaskan buramnya dispersi koloid.
Larutan induk diukur pH-nya dan terlihat bahwa anka pH yang ditunjukkan berubah-ubah. Hal ini disebabkan karena sebagian partikel yang bebas dalam mediumnya. Partikel koloid selalu bergerak ke segala arah. Sesuai dengan teori yang menyatakan terjadinya gerak Brown. pH yang didapat adalah 6. pH diturunkan hingga 2 satuan sehingga pH-nya menjadi 4 dengan ditetesi HCl 6 M sebanyak 5 tetes. Penurunan pH terjadi karena larutan koloid tersebut menyerap ion-ion H+ yang berasal dari larutan HCl. Penambahan HCl 6 M digunakan untuk membuat larutan induk menjadi asam yang sebelumnya hampir netral.
Efek Tyndall juga terjadi pada penambahan kanji 5%. Cahaya yang diserap keseluruhan menjelaskan bahwa partikel koloid yang ada pada larutan memantulkan dan menghamburkan seluruh cahaya yang mengenainya, sehingga cahaya terlihat lebih terang.
Pada penambahan tawas, larutan yang setelah didiamkan selama 20 menit menjadi lebih jernih daripada larutan induk. Karena pada dasarnya larutan induk (larutan koloid) keruh dan memendarkan sinar yang mengenainya. Partikel-partikel koloid mempunyai luas permukaan yang sangat besar bila dibandingkan dengan partikel dari larutan kasar yang massanya sama. Atas dasar ini larutan koloid mempunyai daya adsorbsi yang besar. Partikel koloid larutan induk mampu menyerap molekul netral atau ion-ion pada permukaannya yang menyebabkan partikel koloid menjadi bermuatan. Muatan dalam partikel koloid bukan disebabkan oleh ionisasi partikel seperti pada larutan, melainkan disebabkan oleh adanya ion lain yang diadsorpsi. Pada larutan induk dari tanah gambut, tanah yang terdispersi dapat diendapkan dengan penambahan tawas yang dapat membentuk koloid Al(OH)3. Koloid Al(OH)3 mengadsorpsi pengotor di dalam larutan induk, menggumpalkan, dan mengendapkannya sehingga larutan menjadi jernih. Al(OH)3 dapat melepaskan ion positif Al3+ dalam air dan akan menetralkan ion-ion negatif koloid dalam larutan sehingga penyerapan terhadap ion Al3+ mengakibatkan terjadinya koagulasi (penggumpalan) partikel koloid yang sudah tidak stabil, hingga mengendap. Reaksi yang terjadi adalah:
Al2(SO4)3   +   6 H2O             2Al(OH)3   +   3H2SO4
Pada langkah memasukkan ke dalam sentrifuge, setelah dikeluarkan terdapat endapan di dasar tabung dan larutan menjadi bening. Sentrifuge adalah alat yang melakukan pemisahan berdasarkan gravitasi, memanfaatkan gaya sentrifugal dimana analit dalam sampel dapat dipisahkan dengan gaya gravitasi yang menarik endapan ke dasar tabung. Sentrifuge mampu membuang warna dan bau pada larutan induk. Selain itu dapat menyingkirkan partikel-partikel pencemar sehingga larutan menjadi bening.

5.4.2.2    Koloid Natural (alami)
Melalui percobaan 5.4.1.2 pada Tabel 5.4.1.2 diketahui bahwa air gambut yang disinari dengan senter terlihat bahwa cahaya diteruskan seluruhnya. Partikel koloid pada larutan (air gambut) besar dan mengakibatkan cahaya diteruskan. Sama seperti tanah gambut yang juga menunjukkan efek Tyndall. pH larutan pada air gambut (larutan induk) adalah 6. pH diturunkan hingga 2 satuan dan menjadi 4 dengan penambahan HCl 6 M sebanyak 2 tetes. Sama halnya seperti tanah gambut, penambahan HCl 6 M digunakan untuk membuat air gambut menjadi lebih asam dari sebelumnya.
Sama seperti tanah gambut yang juga menunjukkan efek Tyndall. Pada penambahan kanji 5%, cahaya diserap keseluruhan (menyebar). Partikel-pertikel koloid dalam air gambut menyebar dan menghamburkan seluruh cahaya yang mengenainya, sehingga cahaya terlihat lebih terang.
Air gambut yang sudah ditambahkan dengan tawas dan didiamkan selama 20 menit menjadi lebih jernih daripada larutan induk (larutan air gambut sebelum ditambah tawas). Seperti pada larutan tanah gambut, larutan induk keruh dan memendarkan sinar yang mengenainya. Tapi setelah ditambahkan tawas, larutan menjadi jernih dan membentuk koloid Al(OH)3 yang mengadsorpsi pengotor di dalam air gambut, menggumpalkan, dan mengendapkannya dengan persamaan reaksi:
Al2(SO4)3   +   6 H2O             2Al(OH)3   +   3H2SO4
Air gambut yang ada di dalam tabung centrifuge dimasukkan ke dalam sentrifuge, setelah dikeluarkan larutan menjadi jernih (bening) dan terdapat sedikit endapan. Warna dan bau dari air gambut menjadi hilang, karena partikel-partikel pengotor dalam air gambut disingkirkan.

5.5    Penutup
5.5.1    Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1.    Keadaan koloid merupakan keadaan antara suatu larutan dan suatu suspensi.
2.    Sifat-sifat dari koloid adlah efek Tyndall, gerak Brown, adsorpsi, koagulasi, koloid liofil dan koloid liofob, koloid pelindung, dialisis, dan absorbsi.
3.    Percobaan penyinaran dilakukan untuk mengetahui adanya efek Tyndall (penghamburan cahaya).
4.    Penambahan HCl 6 M dilakukan untuk membuat larutan induk menjadi asam.
5.    Penambahan tawas digunakan untuk membuat larutan manjadi jernih.
6.    Penambahan kanji 5% menunjukkan cahaya pada larutan induk diserap keseluruhan.
7.    Sentrifuge membuat larutan menjadi bening dan terbentuk endapan dan dapat menyingkirkan warna dan bau serta partikel-partikel pengotor pada larutan induk.
8.    Penstabilan koloid dilakukan dengan cara menambahkan ion, dialisis, dan menambahkan emulgator.

5.5.2    Saran
Dalam percobaan praktikan diharapkan untuk lebih teliti dalam mengamati hasil. Praktikan harus memahami prosedur-prosedur kerja dalam praktikum sehingga percobaan menjadi lebih efektif dan efisien serta hasil yang didapat akan memuaskan dan sesuai dengan teori.

DAFTAR PUSTAKA
diakses pada tanggal 18 des 2010

Keenan, 1984, Kimia untuk Universitas, Jilid 1, Erlangga, Jakarta.

Rohman, Taufiqur dan Suhartono, Eko, 2001, Penuntun Praktikum Kimia Dasar II, Program Studi Kimia, FMIPA Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.

Sutresna, Nana, 2007, Cerdas Belajar Kimia untuk Kelas XI SMA/MA Program IPA, Grafindo Media Pratama, Bandung.

Svehla, G, 1985, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, PT. Kalman Media Pustaka, Jakarta.

Syukri, S, 1999, Kimia Dasar, Jilid 2, ITB, Bandung.

Team Dosen Teknik Kimia, 2009, Penuntun Praktikum Kimia Dasar, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.

LAMPIRAN
Tugas:
1.    Apa yang dimaksud dengan koloid?
Jawab:
Koloid merupakan sistem yang terdiri dari dua komponen atau lebih yang bukan homogen (larutan), tetapi juga tidak heterogen (campuran) melainkan di antara homogen dan heterogen.

2.    Sebutkan beberapa jenis koloid beserta contohnya!
Jawab:
a. Dispersi koloid, terdiri atas zat-zat yang tidak larut dengan partikel-partikel yang terdiri dari gabungan banyak molekul. Misalnya dispersi koloid Au dengan jutaan atom emas, As2S3, koloid belerang dengan ribuan molekul S8 dan minyak dalam air.
b. Larutan makromolekul, berupa larutan dari zat-zat dengan bentuk molekul yang besar hingga mempunyai ukuran kolid. Misalnya protein, hemoglobin, polivinil alkohol, polimer-polimer dalam pelarut organik atau larutan karet.
c. Asosiasi koloid, terdiri atas larutan zat-zat yang larut dengan berat molekul rendah tetapi membentuk agregat-agregat. Misalnya larutan sabun.

3.    Sebutkan fase pendispersi dan fase terdispersi dari sol dan emulsi!
Jawab:
Nama tipe    Fase pendispersi    Fase terdispersi
Sol    Cairan
Padat
Gas    Padat
Emulsi    Cairan    Cairan
Padat


4.    Jelaskan manfaat penambahan tawas pada percobaan di atas.
Jawab:
Larutan koloid biasanya keruh dan berwarna coklat serta memendarkan/menyerakkan sinar yang mengenai larutan. Untuk itu digunakan tawas untuk menjernihkan larutan tersebut.

5.    Terangkan 3 cara menstabilkan koloid.
Jawab:
a.  Menambahkan ion
Pada umumnya koloid padat (sol) dapat menyerap ion sehingga akan bermuatan listrik. Partikel koloid yang bermuatan akan tolak-menolak sesamanya. Akibatnya, koloid akan stabil dan tidak terkoagulasi. Contohnya koloid Fe2O3. x H2O dapat distabilkan dengan ion Fe 3+, karena menyerap ion tersebut.
b. Dialisis
Koloid bermuatan akan stabil karena tolak-menolak antar partikel. Koloid jenis ini akan terkoagulasi jika dalam sistem terdapat ion yang muatannya berlawanan dengan muatan koloid, karena partikel koloid menjadi netral. Koagulasi ini dapat dicegah dengan mengeluarkan ion tersebut secara dialisis.
c. Menambah emulgator
Koloid dalam bentuk emulsi (tetesan cairan dalam medium cairan lain) dapat distabilkan dengan menambah zat lain yang disebut emulgator.

0 komentar:

Posting Komentar

 
♥ Rachmawaty ♥ Blogger Template by Ipietoon Blogger Template