BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lampu
pijar pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Alfa Edison pada akhir abad ke-18,
dimana cahaya yang dihasilkan oleh lampu pijar merupakan efek hasil pemanasan
pada kawat filament oleh arus listrik.
Pengembangan
lampu pijar sudah dimulai pada awal abad XIX. Sejarah lampu pijar dapat
dikatakan telah dimulai dengan ditemukannya tumpukan volta
oleh Alessandro Volta.
Pada tahun 1802,
Sir Humphry Davy
menunjukkan bahwa arus listrik dapat memanaskan seuntai logam tipis hingga
menyala putih. Lalu pada tahun 1820,
Warren De la Rue
merancang sebuah lampu dengan cara menempatkan sebuah kumparan logam mulia
platina
di dalam sebuah tabung lalu mengalirkan arus listrik
melaluinya. Hanya saja harga logam platina yang sangat tinggi menghalangi
pendayagunaan penemuan ini lebih lanjut.
Pada tahun1870-an, Thomas
Alva Edison
mulai ikut serta dalam usaha merancang lampu pijar. Dengan menggunakan elemen
platina, Edison mendapatkan paten pertamanya pada bulan April 1879. Rancangan ini relative tidak
praktis namun Edison tetap berusaha mencari elemen lain yang dapat dipanaskan
secara ekonomis dan efisien. Di tahun yang sama, Sir
Joseph Wilson Swan
juga menciptakan lampu pijar yang dapat bertahan selama 13,5 jam. Sebagian
besar filament lampu pijar yang diciptakan pada saat itu putus dalam waktu yang
sangat singkat sehingga tidak berarti secara komersial. Untuk menyelesaikan
masalah ini, Edison kembali mencoba menggunakan untaian karbon yang ditempatkan
dalam bola lampu hampa udara hingga pada tanggal 19
Oktober 1879 dia berhasil menyalakan lampu yang mampu
bertahan selama 40 jam.
Pada
awalnya lampu pijar menggunakan filament karbon, tetapi filament karbon mudah
putus pada suhu tinggi, sehingga pada perkembangan selanjutnya digunakan
filament tungsten karena memiliki temperature lebur yang lebih tinggi,
mempunyai laju pendinginan yang rendah pada temperature tinggi, dan memiliki
kerugian panas yang rendah. Selain itu filament tungsten mudah dibentuk menjadi
single helix untuk lampu dengan daya
kecil dan double helix untuk gaya
yang lebih besar.
Untuk
dapat berpijar kawat filament harus bebas dari udara luar. Bila terkena udara
luar dapat berakibat filament terbakar atau putus, karena itu kawat filament
dilindungi bola lampu dimana pada bagian dalamnya divakum.
Lampu-lampu terdahulu terbuat dari filament karbon yang terbungkus
di dalam sebuah penutup gelas hampa udara. Sekarang ini filament-filamen
terbuat dari kawat wolfram karena titik leburnya sangat tinggi yaitu 3655 K (
Neidle, 1991:259 ).
BAB II
ISI
2.1 Definisi Unsur Wolfram dan
Lampu Pijar
Wolfram adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang W dan nomor atom 74. Nama unsur ini diambil dari bahasa Latin wolframium dan sering juga disebut tungsten. Logam transisi yang sangat keras dan berwarna kelabu
sampai putih ini ditemukan pada mineral seperti wolframit dan schelit. Wolfram
memiliki titik lebur yang lebih tinggi dibandingkan zat non-aloy lainnya. Sifat-sifat
wolfram adalah keras, titik cair tinggi 3400°C dan titik didih 5900°C, dapat
digilas menjadi lembaran dan bila dipadu dalam baja perkakas, akan memperbaiki
ketahanan ausnya dan sifat tahan hangatnya.
Wolfram
merupakan salah satu logam langka yang terdapat dalam batuan yang mempunyai
nilai ekonomis tinggi. Wolfram juga merupakan salah satu unsur langka yang
mungkin ada dalam mineral hasil tambang Indonesia yang mempunyai nilai ekonomi
yang cukup tinggi, tapi belum dapat perhatian dari para peneliti. Padahal
diperkirakan unsur ini hampir selalu ada menyertai unsur-unsur utama khususnya
besi. Bentuk murni Wolfram digunakan terutama pada
perangkat elektronik. Senyawa dan aloy-nya digunakan secara luas untuk
banyak hal, yang paling dikenal adalah sebagai filamen bola lampu, tabung sinar-x, dan superaloy. Kegunaan wolfram
diantaranya adalah sebagai kawat filament pada bola lampu pijar dan bahan baku
industry alloy.
Lampu pijar
adalah sumber cahaya buatan yang dihasilkan melalui penyaluran arus listrik
melalui filamen yang kemudian memanas dan menghasilkan
cahaya. Kaca yang menyelubungi filamen panas tersebut menghalangi udara untuk
berhubungan dengannya sehingga filamen tidak akan langsung rusak akibat teroksidasi.
2.2 Komponen-Komponen
Lampu Pijar
Lampu DC adalah lampu pijar yang menghasilkan cahaya
dengan cara memanaskan kawat logam filamen sampai ke suhu tinggi sehingga
menghasilkan sinar. Filamen panas dilindung dari udara oleh bola kaca yang
diisi dengan gas lembam atau divakumkan.
Lampu
pijar dibuat dalam berbagai macam bentuk dan tersedia untuk tegangan (voltase)
kerja yang bervariasi dari mulai 1,25 volt hingga 300 volt. Energi listrik yang
diperlukan lampu pijar untuk menghasilkan cahaya yang terang lebih besar
dibandingkan dengan sumber cahaya buatan lainnya seperti lampu pendar dan dioda
cahaya, maka secara bertahap pada beberapa negara peredaran lampu pijar mulai
dibatasi.
Di samping memanfaatkan cahaya yang
dihasilkan, beberapa penggunaan lampu pijar lebih memanfaatkan panas yang
dihasilkan, contohnya adalah pemanas kandang ayam, dan pemanas inframerah dalam proses pemanasan di bidang
industri.
Komponen utama dari lampu pijar adalah
bola lampu yang terbuat dari kaca, filamen yang terbuat dari wolfram, dasar lampu yang terdiri dari filamen,
bola lampu, gas pengisi, dan kaki lampu.
Gambar 1
1.
Bola
lampu
3.
Filamen
wolfram
4.
Kawat
penghubung ke kaki tengah
5.
Kawat
penghubung ke ulir
6.
Kawat
penyangga
7.
Kaca
penyangga
8.
Kontak
listrik di ulir
9.
Sekrup
ulir
10.
Isolator
11.
Kontak
listrik di kaki tengah
Bola lampu
Selubung gelas yang
menutup rapat filamen suatu lampu pijar disebut dengan bola lampu. Macam-macam
bentuk bola lampu antara lain adalah bentuk bola, bentuk jamur, bentuk lilin,
dan bentuk lustre. Warna bola lampu antara lain yaitu bening, warna susu
atau buram, dan warna merah, hijau, biru, atau kuning.
Gas pengisi
Pada awalnya bagian dalam
bola lampu pijar dibuat hampa udara namun belakangan diisi dengan gas mulia
bertekanan rendah seperti argon, neon, kripton, dan xenon atau gas yang
bersifat tidak reaktif seperti nitrogen sehingga filamen tidak teroksidasi.
Konstruksi lampu halogen juga menggunakan prinsip yang sama dengan lampu pijar
biasa perbedaannya terletak pada gas halogen yang digunakan untuk mengisi bola
lampu.
Kaki lampu
Dua jenis kaki lampu
adalah kaki lampu berulir dan kaki lampu bayonet yang dapat dibedakan dengan
kode huruf E (Edison) dan B (Bayonet), diikuti dengan angka yang menunjukkan
diameter kaki lampu dalam milimeter seperti E27 dan E14.
Operasi
Pada dasarnya filamen pada sebuah lampu pijar adalah
sebuah resistor. Saat dialiri arus listrik, filamen tersebut menjadi sangat
panas, berkisar antara 2800 derajat Kelvin hingga maksimum 3700 derajat Kelvin.
Ini menyebabkan warna cahaya yang dipancarkan oleh lampu pijar biasanya
berwarna kuning kemerahan. Pada temperatur yang sangat tinggi itulah filamen
mulai menghasilkan cahaya pada panjang gelombang yang kasatmata. Hal ini
sejalan dengan teori radiasi benda hitam.
Indeks
renderasi warna menyatakan apakah warna obyek tampak alami apabila diberi
cahaya lampu tersebut dan diberi nilai antara 0 sampai 100. Angka 100 artinya warna
benda yang disinari akan terlihat sesuai dengan warna aslinya. Indeks renderasi
warna lampu pijar mendekati 100.
Lampu putus
Karena
temperatur kerja filamen lampu pijar yang sangat tinggi, lambat laun akan
terjadi penguapan pada filamen. Variasi pada resistansi sepanjang filamen akan
menciptakan titik-titik panas pada posisi dengan nilai resistansi tertinggi.
Pada titik-titik panas tersebut filamen wolfram akan menguap lebih cepat yang
mengakibatkan ketebalan filamen akan semakin tidak merata dan nilai resistansi
akan meningkat secara lokal; ini akan menyebabkan filamen pada titik tersebut
meleleh atau menjadi lemah lalu putus. Variasi diameter sebesar 1% akan
menyebabkan penurunan umur lampu pijar hingga 25%. Selain menyebabkan putusnya
lampu, penguapan filamen wolfram juga menyebabkan penghitaman lampu. Elemen
wolfram yang menguap pada lampu pijar akan mengendap pada dinding kaca bola
lampu dan membentuk efek hitam. Lampu halogen menghambat proses ini dengan
proses siklus halogen.
Efisiensi
Efisiensi
lampu atau dengan kata lain disebut dengan efikasi luminus, adalah nilai yang
menunjukkan besar efisiensi pengalihan energi listrik ke cahaya dan dinyatakan
dalam satuan lumen per Watt. Kurang lebih 90% daya yang digunakan oleh lampu
pijar dilepaskan sebagai radiasi panas dan hanya 10% yang dipancarkan dalam
radiasi cahaya kasat mata. Pada tegangan 120 volt, nilai keluaran cahaya lampu
pijar 100W biasanya adalah 1.750 lumen, maka efisiensinya adalah 17,5 lumen per
Watt. Sementara itu pada tegangan 230 volt seperti yang digunakan di Indonesia,
nilai keluaran bolam 100W adalah 1.380 lumen atau setara dengan 13,8 lumen per
Watt. Nilai ini sangatlah rendah bila dibandingkan dengan nilai keluaran sumber
cahaya putih "ideal" yaitu 242,5 lumen per Watt, atau 683 lumen per
Watt untuk cahaya pada panjang gelombang hijau-kuning di mana mata manusia
sangatlah peka. Efisiensi yang sangat rendah ini disebabkan karena pada
temperatur kerja, Filamen wolfram meradiasikan sejumlah besar radiasi
inframerah.
Pada tabel di bawah ini terdaftar
tingkat efisiensi pencahayaan beberapa jenis lampu pijar biasa bertegangan 120
volt dan beberapa sumber cahaya
ideal.
Jenis
|
Efisiensi
lampu
|
lumen/Watt
|
Lampu pijar 40 Watt
|
1.9%
|
12.6
|
Lampu pijar 60 Watt
|
2.1%
|
14.5
|
Lampu pijar 100 Watt
|
2.6%
|
17.5
|
7.0%
|
47.5
|
|
Radiator benda hitam 7000 K ideal
|
14%
|
95
|
Sumber cahaya monokromatis 555 nm
(hijau) ideal
|
100%
|
683
|
Karena efisiensi lampu
pijar yang sangat rendah, beberapa pemerintah negara mulai membatasi peredaran
lampu pijar. Contoh negara-negara yang mulai membatasinya adalah Australia, Amerika Serikat, Brasil, Inggris Raya, Irlandia, Kanada, Kuba, Selandia Baru, Swiss, Uni Eropa dan Venezuela.
2.3 Proses
Produksi Lampu Pijar
Proses
produksi lampu pijar terdiri dari 5 proses permesinan, yaitu proses permesinan,
sebagai berikut :
1.
Proses
Flare
Proses
produksi lampu pijar dimulai dari mesin Flare
yang terdiri dari 12 head. Pertama-tama flare batangan (tube) dimasukkan ke
dalam head mesin flare, dengan kecepatan putaran head sekitar 1550 rpm.
Batangan flare turun sesuai panjang yang diinginkan, kemudian ujung paling
bawah dipanasi sebanyak empat tahap (sekitar 700⁰ celcius). Pada pemanasan ditambahkan
serbuk belerang untuk menurunkan titik lebur coating dan mempermudah pembentukan ramer. Flare yang ujungnya
telah dipanaskan yang dilewatkan pada alat yang berputar sehingga ujungnya
melebar membentuk ramer (bibir flare). Kemudian dilakukan pendinginan dengan
blower sebanyak dua kali. Setelah itu dilakukan proses penggoresan memakai cutter dan dilanjutkan pemotongan dengan
menggunakan panas air. Api potong menggunakan gas H2 dan O2.
Setelah pemotongan, flare yang sudah jadi turun ke dalam cawan annealing
(sekitar 400⁰
celcius) untuk mengembalikan tekstur, menghaluskan permukaan potongan,
menyamakan suhu pada seluruh bagian flare dan menghilangkan tegangan permukaan.
Hasil dari proses ini disebut dengan flare.
2.
Proses
stem
Proses stem merupakan proses
penggabungan antara flare, exhaust tube dan lead-in wire. Proses ini di awali
dengan masuknya flare pada chuck head, kemudian diberi 2 buah lead-in wire yang
diletakkan di dalam flare, dan selanjutnya ditengah-tengah flare diberi exhaust
tube yang sebelumnya dipotong-potong sesuai dengan panjang yang diinginkan.
Proses selanjutnya adalah proses pengapian 10 head pengapian (sekitar 900⁰
celcius). Exhaust tube bagian atas di bakar untuk menghaluskan permukaan
potong. Pada puncak pemanasan terdapat stem proses yang berfungsi untuk
mengapit lead-in wire dan menggabungkan flare dan exhaust tube. Selanjutnya di
lakukan proses peniupan proses dari atas yang berfungsi untuk membuat lubang
dari exhaust tube (blow hale) dan setelah itu dilakukan proses pendinginan yang
berfungsi untuk mengembalikan kekerasan setelah pelumeran. Akhir dari proses
stem ini adalah proses anneating yang menggunakan over (200⁰ celcius) dengan tujuan
menyamakan suhu dan membuat bahan bersifat lebih homogen dan kuat sebab jika
mendinginkan langsung dapat menimbulkan retak atau stem pada suhu.
3. Proses Mounting
Proses ini diawali
dengan memasukkan steam ke dalam head berupa konveyor yang menuju ke head
mounting. Proses selanjutnya adalah pelurusan
lead-in wire ke samping dan penekukan ujung lead-in wire sebagai tempat
penjepit filament. Setelah filament dipasangkan pada kaitan tersebut dan
kemudian kaitan tersebut ditutup. Proses pengapian dilakukan untuk membentuk
ujung exhaust rube menjadi pipih. Ketika ujung exhaust tube masih dalam keadaan
lunak ditancaapkan 4 buah molybdenum wire sebagai penyangga filament kemudian
filament dikaitkan pada keempat penyangga tersebut. Akhir dari proses mounting
ini adalah proses perapatan lead-in wire seperti posisi semula. Kemudian produk
yang ada, diberi getter yang berfungsi mengikat gas-gas lain dalam lampu dan
membuat bola lampu menjadi vacuum sehingga tidak ada gas-gas lain di dalam
lampu seperti O2 dan lain-lain. Proses getter dilakukan dengan
mencelupkan hasil mounting pada larutan getter selama beberapa detik dan
setelah itu hasil mounting diletakkan dalam konveyor hasil akhir sambil
menunggu keringnya getter sehingga melekat pada lampu. Getter yang digunakan
adalah Phospor Red dan Barium Acid. Phospor Red digunakan pada lampu dengan
cara percelupan oleh filament pada saat di proses di mesin automounting yang
berfungsi membuat lampu menjadi vacuum (bekerja pada saat penyalaan awal atau
flashing), sedangkan Barium Acid bekerja memvacuumkan lampu yang dioleskan di exhaust tube setelah produk melewati
mesin automounting. Barium Acid ini bekerja
seiring dengan umur lampu. Pada lampu yang baik atau siap pakai maka getter ini
berwarna hitam dan jika ada kebocoran ada berwarna putih.
4. Proses Sealex (Sealing dan Exhausting)
Hasil dari mounting
dimasukkan kedalam mesin sealex, yaitu gabungan antara mesin sealing dan mesin
exhausting. Proses sealing merupakan proses penggabungan hasil mounting dengan
glass bulb. Proses ini di awali dengan pemasukkan hasil mounting pada head
mesin sealing, kemudian dipasang glass bulb. Proses ini diawali dengan
pemasukkan hasil mounting pada head mesin sealing, kemudian dipasang glass bulb
diluarnya. Sebelumnya bagian atas glass bulb diberi cap merk dan kemudian
dipanaskan (100° celcius) supaya cap dapat tahan lama (tidak cepat hilang).
Dilakukan pemanasan untuk menggabungkan hasil mounting dengan glass bulb.
Bagian bawah glass bulb dipotong dengan cara dipanaskan dengan api, kemudian
sisa potongannya ditiup keluar dari head. Kemudian hasil sealing masuk ke mesin
exhausting. Pada bagian exhausting ini, dilakukan proses pemvakumkan dengan
cara menghisap udara yang berada dalam bulb melalui bagian tengah exhaust tube
yang berlubang. Untuk mencegah masuknya kembali udara ke bulb pada saat
mesin berotasi maka pada saat tidak
terjadi proses pemvakuman terdapat bagian yang berisi minyak dengan kekentalan sampai dengan 1000 Kg/m.s.tekanan yang terjadi
sekitar 600-675 mmllg. Setelah itu sisa exhaust tube dipotong dengan
menggunakan tiga api potong (sekitar 300° sampai 400° celcius) sambil melakukan
penutupan exhaust tubu. Akhir dari proses exhausting ini adalah proses tipping
yaitu menutup lubang-lubang yang ada supaya tidak terkontaminasi dengan udara
luar.
5.
Proses
Basing
Proses basing
ini adalah proses penggabungan base yang dinding dalamnya telah diberi cement
dengan bulb lampu setengah jadi pemberian cement pada base dilakukan secara
terpisah pada cement filler. Bulb setengah jadi dibawa dengan konveyor ke mesin
basing. Pada saat inilah base dipasangkan pada bulb setengah jadi. Kedua ujung
bawah lead-in wire dimasukkan ke dalam
base, yang satu kebagian bawah base yang satu kebagian samping base dengan
catatan keduanya tidak boleh bersilangan. Setelah itu dilakukan pengetesen awal
untuk menghilangkan sisa udara dalam bulb dengan menggunakan obat filament
yaitu Phaspor Red. Kemudian dilakukan pemanasan sekitar 200⁰ celcius untuk
melekatkan cement pada base dengan bulb, diikuti dengan proses pemotongan sisa
lead-I wire dan disolder dengan base. Setelah produk jadi keluar dari mesin
basing, dilakukan lagi pengecekkan ulang tehadap hasil solderan dan hasil
pemotongan lead in-wire.
Skema proses pembuatan lampu pijar
2.4 Rangkaian
Pengatur Lampu Pijar
Lampu pijar
(bohlam) merupakan sumber cahaya buatan yang dihasilkan lewat penyaluran arus
listrik melalui filamen yang selanjutnya memanas dan menghasilkan sinar. Kaca
yang menyelubungi filamen tembaga panas tersebut membatasi udara untuk
berhubungan dengannya sehingga filamen tak akan langsung rusak disebabkan
teroksidasi.
Lampu pijar
dibuat dalam beraneka ragam berdasarkan ukuran, keluaran cahaya, dan
tegangan, dimulai dari tegangan 1,5 volt sampai kira-kira 300 volt. Lampu pijar
tidak membutuhkan peralatan regulator eksternal dan memerlukan biaya produksi
yang rendah juga bekerja dengan baik pada arus bolak balik ac ( listrik rumahan
) ataupun tegangan searah dc. Akhirnya, lampu pijar banyak dipakai buat
pencahayaan didalam rumah dan komersial, buat penerangan yang bisa dipindahkan
misalnya lampu meja belajar, lampu mobil, lampu senter, dan buat penerangan
dekoratif dan papan iklan.
Panas yang
dihasilkan filamen dapat digunakan untuk berbagai keperluan, misalkan
inkubator, ruangan panas untuk ungggas, lampu panas buat tangki reptil,
pemanasan sinar inframerah buat industri dan proses pengeringan. Pada cuaca
yang dingin, panas yang dihasilkan oleh lampu pijar adalah merupakan keuntungan
dikarenakan berkontribusi pada pemanasan ruangan, namun pada cuaca panas bisa
menambah energi yang diperlukan oleh sistem pendingin udara.
Kadang-kadang
pada waktu kita tidur, ingin sekali rasanya situasi kamar tenang dengan sinar
lampu yang temaram, sehingga tidurpun akan terasa nyaman dan nyenyak.
Gambar di bawah ini merupakan rangkaian pengatur lampu pijar :
Gambar di bawah ini merupakan rangkaian pengatur lampu pijar :
Gambar 2
Lampu bisa diterangkan atau
diredupkan dengan memutar vr pada rangkaian.
2.5 Cara Kerja Lampu Pijar
Saat bola lampu pijar
di hidupkan, arus listrik akan mengalir dari Electrical contact menuju filamen
dengan melewati kawat penghubung. Akibatnya akan terjadi pergerakan elektron
bebas dari kutub negatif ke kutub positif.
Elektron di sepanjang
filamen ini secara konstan akan menabrak atom pada filamen. Energinya akan
mengetarkan atom atau arus listrik memanaskan atom.
Ikatan elektron dalam
atom-atom yang bergetar ini akan mendorong atom pada tingkatan tertinggi secara
berkala. Saat energinya kembali ketingkat normal, elektron akan melepaskan
energi ekstra dalam bentuk foton. Atom-atom yang dilepaskan ini dalam bentuk
poton-poton sinar infrared yang tidak mungkin dilihat oleh mata manusia. Tetapi
bila dipanaskan sampai temperatur 2.200 derajat Celcius, cahaya yang
dipancarkan dapat kita lihat seperti halnya bola lampu pijar yang sering kita
pakai sehari-hari.
ü Mengapa nyala bohlam (bola lampu)
listrik berbeda-beda?
Listrik menjadi
temuan manusia yang sangat bermanfaat. Manfaat listrik tersebut salah satunya terdapat pada alat yang bernama bola lampu listrik. Benda ini
dinamakan bola karena bentuknya hampir bulat seperti bola. Dinamakan lampu listrik karena dapat menyala dengan sebab
adanya aliran listrik.
Istilah yang lebih dikenal untuk bola lampu listrik ini yaitu bohlam. Bohlam termasuk
lampu listrik yang dimasukkan dalam kelompok lampu
pijar. Kenapa dikelompokkan kedalam lampu pijar? Alasannya karena Bohlam dapat
berpijar jika terkena aliran listrik.
Berpijarnya bohlam inilah yang akan membuatnya mampu menerangi lingkungan sekitarnya.
Lalu kenapa nyala bohlam berbeda-beda ?
Perhatikan
lampu pijar listrik diatas. Lampu ini mempunyai ciri khas
berupa "tali" yang berada didalam bola kaca. Tali itu begitu tipis
namun cukup kuat. Nah, tali ini biasa disebut kawat filamen atau wolfram.
Wolfram sendiri merupakan salah satu unsur kimia yang mempunyai nama lain yaitu
Tungsten. Tali wolfram ini mempunyai keunikan yang berupa sifatnya yang bisa
berpijar dan menyala tanpa terbakar ketika arus listrik dialirkan kepadanya. Sifat memijar
tanpa terbakar ini disebabkan karena wolfram mempunyai titik lebur yang sangat
tinggi. Lalu, apa hubungan kawat wolfram dengan pertanyaan kenapa nyala bohlam berbeda-beda ?
Hubungannya sebagai berikut:
Kawat
wolfram yang dipasang pada bohlam mempunyai ciri yang berbeda-beda. Ciri
ini salah satunya dari segi ukuran wolfram. Ketika wolfram yang dipasang
berukuran sangat tipis, nyala bohlam yang
dihasilkan tidak sebesar kawat wolfram yang tebal. Ukuran wolfram ini juga akan
mempengaruhi kemampuannya mengalirkan arus listrik.
Ketika sebuah wolfram tidak mampu lagi mengalirkan arus listrik, kawat ini akan putus dan tidak dapat berpijar dan menerangi
lingkungan disekitarnya. Berdasarkan pengertian ini, jawaban dari pertanyaan
kenapa nyala bohlam berbeda-beda yaitu karena bohlam mempunyai kawat wolfram yang mempunyai
ciri-ciri yang berbeda-beda dalam berpijar ketika dialiri arus listrik.
2.6 Dampak Penggunaan Lampu Pijar
Bisa kita lihat dari perkembangan teknologi lampu yang sangat mempengaruhi
dunia yang luas ini, antara lain :
1.
Penerangan menjadi
mudah dan efisien karena dengan lampu dan arus listrik, manusia tidak merasa
repot menyalakan api.
2.
Untuk penerangan di
jalan raya dan di tempat sepi.
3.
Para pekerja malam akan
sangat membutuhkan lampu untuk menerangi ketika bekerja.
4.
Ada banyak perusahaan
lampu di dunia ini, sehingga itu juga merupakan lapangan kerja yang bisa
menghidupi keluarga.
5.
Sebagai keindahan kota
jika telihat pada malam hari.
6.
Termasuk menghemat
uang, karena bisa dikatakan lebih murah daripada menggunakan lampu petromax.
Namun tanpa di sadari
juga ada dampak negatif dari adanya penemuan teknologi lampu, antara lain :
1.
Tanpa kita sadari, kita
merugikan para pedagang minyak tanah yang sebelumnya sebagai bahan
bakar penerangan.
2.
Bisa mengakibatkan
kebakaran dari arus listrik pada lampu pijar.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
3.2
Saran
Berikut
ini adalah cara menghemat listrik pada lampu pijar :
1.
Pilih
Lampu yang daya wattnya kecil tapi cahaya lampunya terang
2.
Padamkan
lampu apabila ruangan tidak dipakai.
3.
Padamkan
lampu pada siang hari.
4. Kurangi penerangan listrik yang
berlebihan.
5. Atur letak perabot agar tidak
menghalangi cahaya lampu dalam ruangan.
6. Menyalakan lampu halaman/taman bila hari
benar-benar telah mulai gelap.
7.
Matikan
lampu halaman/taman bila hari sudah mulai terang kembali.
Saran
dalam penggunaan lampu pijar :
1.
Kita
harus pintar-pintar memilih lampu yang akan kita gunakan.
2. Jangan memilih lampu yang beresiko
tinggi.
3. Gunakan lampu seperlunya saja.
4. Atur letak lampu sedemikian rupa
sehingga letak lampu strategis hal ini dilakukan agar nyala lampu dapat
maksimal.
5.
Gunakan
lampu yang wattnya kecil dan menghasilkan cahaya yang lebih terang.
DAFTAR
PUSTAKA
Usni.
2008. Penentuan spektrofotometri dengan
pengomplek tiosianat dan unsure pertama secara SSA dalam batuan bukit batu
kabupaten tanah datar. Padang : Universitas Andalas Padang.